Sorogan Senja | Satu Masa Bersama Gurunda



Oleh Wildan Fauzi

Tepat pukul 16.00 s.d 17.00 WIB, tujuh tahun lalu, menjadi titik balik kepercayaan diri, menemukan yang seharusnya didapat sedari dulu sejak dini. Tapi inilah hidup, tak dapat ditaksir oleh kehendak manusia, hanya sang Maha Kuasa yang menentukan jalannya.

Ia yang begitu peduli ada Ummat, menyiapkan segala waktu dan perhatiannya untuk membersamai ummat dalam upaya dan usaha memaksimalkan penghambaan pada Ilahi dengan bimbingan Al-Quran dan Sunnah Nabi saw.

Jiwa analisanya sangat kuat, memberikan catatan dan ulasan dari setiap kekeliruan yang ia temukan, dengan gayanya memanggil kepapaliun nya dan berdiskusi dengan orang yang bersangkutan atas apa yang keliru tersebut.

Hal ini kami rasakan sangat baik, karena perlu ada self control dan science control dari pada apa yang mubaligh sampaikan, supaya tidak ada yang keliru yang ummat terima dari sang mubaligh yang berdakwah di Gandok. Beliau tetap menjaga marwah sang mubaligh dengan tidak menegur atau meluruskannya didepan forum, tetapi mengajaknya diskusi dipapaliun kuning depan rumah miliknya.

Tapak juangnya penting kita cermati, semoga memberi kesan bagi masa depan dalam melewati setiap gurat kehidupan dakwah.

Ustadz Aceng Maksus
A. Catatan Hayat
Al-Ustadz Aceng Maksus, merupakan salah satu kasepuhan dan guru kita di Gandok, beliau adalah soko guru terutama dibidang sastra Arab, beliau piyawai dalam ilmu nahwu, sharaf, irab, ilmu faraid, biologi dan bahasa Inggris.

Al-Ustadz Aceng Maksus atau uwa Aceng biasa kami memanggilnya, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 15 April tahun 1924, dari keluarga pasangan H. Yahya - Hj. Maemunah.

Ustadz Aceng, lahir dan tunbuh dalam keluarga yang sederhana nan bersahaja. Seorang bapak yang memiliki kecintaan pada ilmu dan perjuangan dakwah, membentuk kepribadian ustadz Aceng menjadi pribadi Yang tanggung, cinta ilmu, dan peduli. Sejak kecil, ia sudah dekat dengan dunia ilmu agama, atas bimbingan sang ayah yang juga sama-sama sebagai pengiat ilmu, yang memiliki perhatian pada masyarakat dengan hadirnya kajian-kajian dan pesantrennya. Bersama ustadz Fakhru menjadi penerima ilmu dari sang ayah tentang sekelumit keislamanan yang kaffah.

B. Catatan Pendidikan
Terpaan ilmu yang ia terima, selain dari sang ayah, ia lalu menimba ilmu di Pesantren Cikawung ( Penulis sampai saat ini belum mengetahui jelas alamatnya, dan belum ada satu pun dari keluarga beliau yang tau pasti). Hasil dari sinilah, menjadi modal utama beliau berdakwah sejak masih menjadi santri di pesantren tersebut.

C. Kiprah Dakwah
Awal mula sayap dakwah dibentangkan adalah sejak ia nyantri di di Pesantren Cikawung. Dengan pendekatan ilmu nahwu sharaf dalam kajian dakwahnya menjadi ciri khas beliau dalam berdakwah.

Pintu gerbang persinggungan beliau dengan persis adalah ketika di Bandung. Sama seperti ustadz Fakhru yang melakukan perjalanan dagang ke Bandung. Di Bandung, beliau mengikuti kajian-kajian keislamanan bersama Al-Ustadz KH. E. Abdurrahman.

Dari pertemuan inilah, maka peta pemikiran dan langkah dakwahnya semakin terbuka dan menguat dalam gerakan harakah tajdid, meski saat itu belum masuk ke organisasi Persis. Selepas pulang dari Bandung, beliau meneruskan peta perjuangan dakwah di Gandok.

Satu ketika, beliau menuturkan kepada saya ( Penulis ) bahwa ia pernah diajak audiensi ke Kecamatan Indihiang karena ceramah-ceramahnya yang dianggap menyinggung, tetapi ketika dijelaskan dan diajak berdiskusi mereka menerima dakwah tersebut.

Selain itu, ia juga pernah bercerita bahwa ia sering mengirimkan Surat kecil kepada guru dan kasepuhan Pesantren Miftahul Ulum Gandok II, Al-Ustadz KH. Aban Bunyamin ( Rois Syuriah PC NU Kota Tasik Sekarang) untuk melakukan diskusi keislamanan, namun sayang hal tersebut belum sempat terlaksana karena satu dan lain hal.

D. Senja yang menawan
Al-Ustadz Aceng hidup sampai usia +- 96 tahun. Diusianya yang sudah senja tersebut, kecintaan pada ilmu dan diskusi tak pernah padam. Ia senang ketika diajak bercengkrama soal ilmu, baik itu ilmu agama, atau ilmu kesehatan tubuh ala Rasul.

Salah satu yang sangat berkesan dan berharga terkhusus bagi saya ( penulis) adalah bisa merasakan kebersamaan dan diskusi beliau dalam sorogan ilmu bersamanya setiap hari. Ia selalu menunggu saya untuk hadir dalam sorogannya, kalau saya tidak hadir, maka Surat kecil dikirimkan kerumah, atau menyuruh orang untuk mengkonfirmasi ketidakhadiran. Sungguh perhatian seorang guru pada muridnya yang luar biasa.

Senja yang berharga, dalam sorogan nahwu, sharaf dan irab bagi saya. Disela-sela logatan, selalu terselip nasihat mulia tentang dakwah, tentang hidup, tentang ilmu dan tentang agama. Beliau mencurahkan segala perhatian untuk dapat membersamai mereka yang cinta ill, sehingga memiliki dassr kuat atas kecintaan pada Allah dan Rasulnya.

Nasihat mulia beliau yang senantiasa terkenang :

" Persiapkan dengan baik jang wildan, jang ade ( Ust. Surya) materi khutbahmu, supaya mustami benar-benar menerima dengan baik dan tidak menyesatkan. "

Do'a terbaik senantiasa kami sampaikan,
Semoga Allah menerima segala amalan kebaikan dan seluruh perjuangan dakwahmu, dihapus segala kesalahan dan dosa mu, menjadi hamba yang wafat dalam keadaan husnul khatimah, dan bersama-sama lagi dalam jannahNya. Aamiiin. 


Referensi : 
1. Wawancara Keluarga
2. Pengalaman Sorogan

Komentar

Postingan Populer